Powered By Blogger

Sabtu, 08 November 2014

BBM



Alasan Jokowi Berani Naikkan Harga BBM                                                 


TEMPO.CO, Kendari - Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak ditolak sejumlah elemen masyarakat, termasuk di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Meski demikian, Presiden Joko Widodo menganggap itu menjadi satu risiko yang harus dihadapinya.

Hal itu tidak menyurutkan langkah Jokowi untuk tetap menaikkan harga BBM. Bahkan Jokowi mengaku tidak takut dibenci ataupun tidak terkenal gara-gara menaikkan harga BBM. "Saya jadi presiden bukan untuk dikenal, tapi untuk bekerja demi kepentingan masyarakat," ujar Jokowi di sela kunjungannya ke Kendari, Kamis malam, 6 November 2014.
Pada Kamis siang, sejumlah elemen mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, berunjuk rasa menolak kedatangan Presiden Joko Widodo, Kamis, 6 November 2014. Mereka menentang rencana pemerintah menaikkan harga BBM.

Jokowi mengungkapkan, selama lima tahun terakhir, pembangunan infrastruktur dan kesehatan sangat minim akibat uang negara lebih banyak dipakai untuk subsidi BBM. Karena itu, menaikkan harga BBM dan mengurangi dana subsidi akan lebih bermanfaat karena dana yang ada bisa dialihkan untuk kepentingan pembangunan lainnya yang memiliki nilai manfaat yang lebih tinggi bagi masyarakat.

Jokowi bersama sejumlah menteri dari Kabinet Kerja berkunjung ke Kendari pada Kamis sore. Kunjungan Jokowi hanya sekitar tiga jam. Jokowi meninjau pelabuhan perikanan Samudra yang ada di Kelurahan Talia serta membuka Musyawarah Nasional Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama).

5 Alasan Kenapa Harga BBM Harus Naik


Sekretaris Jendral Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M. Romahurmuziy angkat bicara soal  rencana pemerintah yang akan menaikan harga bahan bakar minyak (BBB) bersama dengan pemberian sejumlah kompensasi.

Meski kenaikan harga BBM adalah keputusan politik-ekonomi, Rommy berpendapat setidaknya ada lima alasan yang rasional mengapa BBM bersubsidi harus dirasionalisir naik, dengan atau tanpa kompensasi.

"Harga BBM bersubsidi Rp 4.500 per liter terlalu murah, jauh berbeda dengan harga BBM industri yang mencapai Rp 9.300 per liter," kata dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (4/6/2013).

Harga BBM Indonesia, kata Rommy, termurah di kawasan ASEAN. Menurut Rommy, bandingkan harga Rp 4.500 di Indonesia untuk Ron 90, misalnya dengan Vietnam untuk Ron 92, yang mencapai Rp 15.553, di Laos Rp 13.396, di Kamboja Rp 13.298, di Myanmar Rp 10.340.

"Bahkan harga BBM bersubsidi Indonesia adalah yang termurah di dunia untuk ukuran negara net importer," kata Rommy.

Murahnya harga BBM telah merangsang penyelundupan, baik kepada sektor industri atau pertambangan, maupun penyelundupan ke luar negeri.

Sebagai bukti nyata, lanjut dia, adanya dugaan penimbunan atau penyelundupan BBM oleh seorang oknum polisi di Papua, "Jika seorang oknum AIPTU saja demikian, bukankah besar kemungkinan banyak lagi oknum lainnya," imbuhnya.

Bukti lain, lanjut Rommy, kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan DPR bersama pemerintah setiap tahunnya selalu terlampaui, yang berarti pertumbuhan tingkat konsumsi BBM bersubsidi selalu melampaui prediksi pertumbuhan konsumsi berdasarkan jumlah kendaraan.

"Disinyalir jebolnya kuota ini karena penyelundupan dimana-mana," tegas Rommy.

Harga BBM fosil yang murah, kata Rommy, menghambat munculnya energi alternatif, seperti bahan bakar nabati, baik berbasis etanol maupun CPO. "Tidak bisa bersaing," tegasnya.

Bahan bakar alternatif seperti gas, menurut dia, tidak berkesempatan tumbuh karena harganya relatif dekat dengan BBM bersubsidi.

Sejak awal dekade 2000, Rommy menjelaskan bahwa Indonesia telah beralih status dari negara eksportir menjadi net importir minyak. Hal itu dibuktikan dengan importasi BBM dan minyak mentah yang mencapai lebih sepertiga dari kebutuhan nasional, sehingga harga BBM nasional sangat bergantung kepada harga internasional.

"Publik perlu diberikan pemahaman bahwa perlu pergeseran paradigma dlm meletakkan Indonesia dari eksportir menjadi importir," ujar dia.

Akibat impor BBM yang terus naik, menurut Rommy, berimbas pada defisit fiskal membengkak sehingga mengancam neraca pembayaran.

"Subsidi BBM yang berlangsung selama ini tidak sesuai ketentuan pasal 7 ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang menyebutkan subsidi disediakan untuk kelompok masyarakat tidak mampu," papar dia.

Kenyataannya, lanjut Rommy, subsidi BBM dinikmati lebih 70% oleh kelas menengah pemilik mobil pribadi dan sepeda motor bersilinder tinggi. Sehingga pengurangan subsidi BBM yang disertai kompensasi kepada masyarakat golongan ekonomi terlemah dimaksudkan untuk membenahi subsidi yang salah sasaran itu.

"Seperlima APBN kita tersedot untuk subsidi energi yg bersifat konsumtif," tegas Rommy.

Ruang gerak belanja negara untuk sektor produktif yang lebih bersifat jangka panjang, kata Rommy, menjadi terbatas. Akibatnya daya saing yang tercipta di pasar internasional semu, didominasi oleh produk mentah yang mengandalkan buruh murah dan harga energi yang murah. "Padahal murahnya harga energi karena disubsidi," kata dia.

Dengan sejumlah alasan tersebut, menurut Rommy, rasionalisasi kenaikan harga BBM bersubsidi adalah untuk kemaslahatan anak cucu bangsa.

"Meskipun kenaikan harga BBM adalah keputusan politik-ekonomi, jangan persoalan ini dipolitisasi berlebihan, apalagi dijadikan panggung mencari simpati dan dukungan menjelang hajat pemilu lima tahunan," kata dia.

Bagi PPP, menurut Rommy, lebih baik katakan kebenaran itu, meski pahit. Sebab, Rommy menjelaskan bahwa diantara tugas pemimpin politik adalah membangun optimisme dan harapan untuk sebuah arah di masa depan. "Bukan terus mengeksploitasi dan memanipulasi dukungan publik untuk realitas semu yang penuh agumentasi yang menipu," tegasnya.


ü  Menurut saya kalau bensin naik menjadi Rp 9.500 maka lebih baik kita mengisi pertmax, kenapa harus pertamax ini saya sertakan artikel alasan lebih baik menggunakan pertamax.....

Pertamax: Untuk Kita dan Masa Depan

Indonesia yang Lebih Baik


Berbicara mengenai Pertamax, BBM andalan Pertamina, tidak bisa dilepaskan dari masyarakat pemilik kendaraan bermotor yang kian hari semakin meningkat kepemilikannya. Walau BI sudah menaikan syarat jumlah uang muka tetapi tidak menyurutkan animo masyarakat membeli kendaraan bermotor. Fenomena ini tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhkan ekonomi negara yang stabil serta tingkat inflasi yang rendah dimana roda ekonomi berjalan positif. Semua itu dapat dilihat dari meningkatnya kelas menengah Indonesia.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Ekuin Hatta Rajasa, golongan kelas menengah Indonesia saat ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Kelas menengah Indonesia diperkirakan mencapai 56 persen dari total penduduk Indonesia. Hal ini disampaikan Hatta Rajasa pada forum Gala Dinner USINDO di The Fairmont Hotel Washington DC. Amerika Serikat September tahun lalu.
Simak angka penjualan mobil pribadi pada tahun 2012 yang mampu menembus angka 1 juta unit atau naik sekitar 20 persen lebih dari tahun 2011. Kenaikan itu sudah cukup menunjukan besarnya daya beli sebagian masyarakat Indonesia. Kini memiliki sebuah mobil pribadi bukan hal yang luar biasa.
Tetapi sepertinya meningkatnya kelas menengah ternyata juga berdampak pada bengkaknya subsidi pemerintah untuk BBM. Perlu diketahui bahwa pada tahun lalu pemerintah ternyata terpaksa menaikan 156 persen anggaran subsidi bagi premium. Sebagai catatan, 53 persen penikmat BBM bersubsidi tersebut adalah mobil pribadi. Jelas bahwa subsidi sudah tidak tepat sasaran. Tetapi fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa antusias pemilik kendaraan bermotor khususnya roda empat menjadikan pertamax sebagai pilihan boleh dibilang rendah.  Mereka masih memilih untuk menggunakan bahan bakar bersubsidi yaitu premium. Bukti nyata bisa dilihat di SPBU-SPBU dimana masih banyak mobil lebih memilih Premium daripada Pertamax.
Mengapa sebagian pemilik kendaraan, khususnya roda empat, masih enggan beralih ke Pertamax? Jawabannya ialah masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap manfaat besar dibalik penggunaan Pertamax. Disamping itu masyarakat masih menilai bahwa menggunakan Premium lebih ekonomis dibanding Pertamax. Bukan berarti mereka tidak mampu secara finansial untuk membeli pertamax. Orang kaya kita masih merasa berhak menikmati BBM bersubsidi karena mereka merasa bahwa mereka juga membayar pajak pada negara ini. Padahal pajak memang suatu kewajiban warga negara, sedangkan subsidi hanyalah instrumen distribusi pendapatan untuk rakyat yang tidak mampu. Hal ini merupakan sebuah pola pikir yang patut dipertanyakan.
Ada 3 manfaat besar dibalik penggunaan pertamax, yaitu:
Pertama adalah manfaat bagi kendaraan. Pertamax sendiri merupakan bahan bakar minyak yang bermutu tinggi. RON (Rating Octane Number) Pertamax adalah 92. Sedangkan bensin premium mempunyai RON 88. Perlu diketahui bahwa semakin tinggi RON kinerja mesin akan semakin baik terutama mesin kendaraan yang sudah menerapkan sistem komputerisasi pada injeksi bahan bakar.
Pemakaian BBM beroktan tinggi sudah direkomendasikan oleh produsen mobil sejak awal atau yang biasa dikenal sebagai OEM (Original Equipment Manufacturer).
Sedikit berbagi pengalaman ketika bekerja di negera jiran, Brunei dan Malaysia. Di kedua negara tersebut, terutama di Brunei, mayoritas keluarga di sana memiliki mobil sebagai kendaraan pribadi. Sebagai bahan bakar mereka lebih memilih jenis RON 95 atau RON 97. Alasan utama mereka bukan karena harga yang terjangkau, tetapi mereka menginginkan bahan bakar yang berkualitas tinggi bagi mobil mereka sesuai dengan rekomendasi pembuat kendaraan agar perfoma mesin selalu terjaga.
Manfaat besar yang kedua adalah manfaat bagi alam dan lingkungan. Sesuai dengan program Pertamina bersama Pertamax mewujudkan langit biru. Sudah saatnya bagi masyarakat pemilik kendaraan sadar bahwa dengan memilih Pertamax mereka juga peduli terhadap lingkungan. Memang kita semua tahu bahwa hasil pembakaran dari semua jenis bahan bakar mempunyai dampak buruk terhadap alam terutama udara. Tetapi efek dari gas buang dari BBM jenis Pertamax adalah yang paling rendah.
Manfaat besar yang terakhir adalah ketika masyarakat mulai beralih pada Pertamax maka pemerintah dapat mengurangi volume pengadaan bahan bakar bersubsidi. Masyarakat harus paham negara kita saat ini pengimpor minyak. Pemberian subsidi sekian rupiah  untuk 1 liter premium sama dengan memberi subsidi kepada produsen minyak tersebut. Dana subsidi pemerintah bisa dialihkan pada sektor lain seperti sektor pendidikan, ketahanan pangan, jaring pengaman sosial, kesehatan, dan infrastruktur.
Sebetulnya tidak mudah untuk merubah cara pandang dan kebiasaan masyarakat dalam memilih bahan bakar bagi kendaraan mereka. Tapi tidak ada yang mustahil untuk dilakukan demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Di sini saya coba berbagi gagasan agar Pertamax bisa mengambil hati pengguna kendaraan bermotor khususnya roda empat.
Pemerintah bersama Pertamina harus mempunyai komitmen yang kuat dalam penggunaan Pertamax. Pemerintah harus memberi contoh nyata yaitu mewajibkan setiap kendaraan milik pemerintah dan BUMN menggunakan Pertamax. Bagaimana masyarakat mau mengikuti program pemerintah jika pejabat dan kendaraan plat merah masih ‘minum’ premium?
Perbanyak iklan tentang manfaat penggunaan Pertamax. Jika melihat bahwa pada tahun 2012 subsidi BBM bengkak 156,22 persen dari pagu subsidi BBM dalam APBN-P 2012 sebesar Rp. 137, 4 trilyun. Ini menunjukan bahwa iklan-iklan di media cetak maupun elektronik tidak efektif. Pertamina dalam hal ini harus merubah bentuk iklan dengan model persuasif menjadi deskriptif- edukatif. Bukan sekedar ajakan masyarakat menggunakan Pertamax semata, tetapi lebih ditekankan pada pemahaman masyarakat terhadap manfaat-manfaat dari penggunaan Pertamax. Bentuknya bisa seperti iklan layanan masyarakat.
Berikan visual-visual lewat media televisi bagaimana emisi gas buang dari kendaraan yang menggunakan BBM ber-oktan rendah itu berpotensi menjadi polusi bagi udara. Polusi artinya racun. Racun kimia yang kita hirup akan masuk ke dalam darah lalu menyebabkan berbagai penyakit dan bisa menyebabkan kecacatan pada janin. Tunjukan pada masyarakat bagaimana kondisi udara kota Jakarta (misalnya) 50 tahun lagi yang kotor dan pengap akibat  polusi yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor dalam film animasi 3D. Belum lagi pengaruh efek rumah kaca terhadap iklim global.
Himbauan penggunaan Pertamax jangan jadi jargon kosong dan gerakan setengah hati. Pertamax harus menjadi gaya hidup. Kalau perlu jadikan Pertamax sebagai kebutuhan. Orang harus merasa bangga memakai Pertamax, bukan bangga memanfaatkan yang bukan haknya dengan memakai Premium.
Buatlah sebuah fans page di jejaring sosial misalnya. Pertamina dan pelanggan Pertamax bisa saling berinteraksi dan berbagi pengalaman. Harus ada juga reward bagi fans/follower misalnya pelanggan mengupload struk pembelian lalu diundi. Bagi yang beruntung akan mendapatkan voucher Pertamax. Lomba-lomba penulisan atau blog yang berkenaan dengan Pertamax dan lingkungan hidup dapat diadakan sesering mungkin agar masyarakat ikut belajar memahami produk Pertamina.
Lakukan kampanye off-air sebulan sekali di kota-kota besar di Indonesia. Rangkul golongan menengah keatas ini untuk berperan aktif kegiatan Pertamina. Pertamina sendiri perlu memberikan stimulus lewat perusahan-perusahaan agar pegawai yang memiliki kendaraan roda empat mau beralih ke Pertamax.
Ide terakhir saya adalah Pertamina harus menciptakan agen-agen perubahan baru. Ada kata-kata dalam bahasa Inggris ” A person can make a difference”. Satu orang dapat membuat sebuah perubahan. Contohnya bagaimana dalam sebuah pemilu atau voting, perbedaan 1 suara dapat membuat perbedaan yang sangat berarti. Sebuah kebijakan politik dapat berubah hanya karena 1 suara itu. Di sinilah, jika satu orang saja secara aktif menggunakan Pertamax bukan tidak mungkin kebiasaan ini menular ke satu atau dua orang lain. Begitu seterusnya, dimana akhirnya sedikit demi sedikit Pertamax akan semakin diminati masyarakat.
Saya berpendapat jika gagasan tersebut diatas dapat direalisasikan,  maka bukan tidak mungkin Pertamax akan menjadi ‘idola’ baru pemilik kendaraan bermotor. Pertamina itu bukan sekedar cari untung dengan jualan BBM tapi ikut secara nyata membantu pemerintah melakukan penghematan anggaran negara. Akan semakin banyak sektor yang akan mendapat alokasi anggaran terutama sektor-sektor yang berhubungan dengan rakyat kecil. Ini hal yang luar biasa bukan?
Akhirnya, penggunaan Pertamax secara tidak langsung akan mewujudkan “Langit Biru” untuk kita dan masa depan Indonesia yang lebih baik.

http://teknologi.kompasiana.com/otomotif/2013/01/27/pertamax-untuk-kita-dan-masa-depan-indonesia-yang-lebih-baik-528353.html