Powered By Blogger

Rabu, 12 November 2014

Anies Baswedan: Guru Ujung Tombak Pendidikan 


Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan
Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan menilai guru merupakan ujung tombak masalah pendidikan di Indonesia, sebab edukasi merupakan proses interaksi antarmanusia.
"Jika kita memperhatikan kualitas, distribusi dan kesejahteraan guru, saya rasa kita bisa menyelesaikan sebagian masalah pendidikan di Indonesia," kata Anies dalam Diskusi Publik 'Nasionalisme dan Masa Depan Pendidikan Kita' yang diadakan MAARIF Institute, di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (23/10) malam.
Dia mengatakan sistem pendidikan Indonesia saat ini belum memberikan apresiasi khusus kepada guru, padahal apresiasi terhadap guru mencerminkan bagaimana seseorang mengapresiasi masa depan bangsa.
Apresiasi terhadap guru, menurut Anies, tidak selalu harus berbicara gaji, namun juga mengenai komponen pengembangan guru itu sendiri.
"Penanaman nasionalisme dan nilai-nilai kebangsaan yang sentralistik bisa terjadi apabila guru berkualitas," kata dia.
Selain itu, menurut dia, perlu juga dilihat pendidikan sisi nonformal, yakni melalui orang tua. Anies menilai seringkali pendidikan oleh orang tua dilupakan.
"Orang tua adalah pendidik yang penting, sehingga orang tua ini perlu dijangkau oleh sistem pendidikan kita.
Sekarang orang tua diundang datang ke sekolah biasanya untuk sumbangan, padahal sudah waktunya diundang untuk bicara bersama-sama mengenai pendidikan," beber dia.
Dia mengatakan pembicaraan antara sekolah dengan orang tua perlu dilakukan sejak tahap sekolah dasar, sebab sekolah dasar memiliki sebaran yang sangat luas.
Sementara itu masalah-masalah lain yang tidak kalah penting, menurut dia, infrastruktur pendidikan yang saat ini masih belum mumpuni, serta materi pendidikan sekolah dasar yang dinilai bertujuan menjadikan masyarakat sebagai orang urban.
"Materi-materi di buku sekolah dasar selalu memakai contoh gedung-gedung yang tinggi, sehingga dampaknya materi dan cara mengajar berorientasi menjadikan anak didik sebagai masyarakat urban atau masyarakat perkotaan. Padahal Indonesia ini bukan hanya penduduk urban," kata dia.

sumber :  http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/12/10/23/mccq9k-anies-baswedan-guru-ujung-tombak-pendidikan

 

Pengamat: Bahasa Inggris Jadi Muatan Lokal Saja

Seorang guru SD sedang mengajar di kelas/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat Pendidikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Titik Handayani mengatakan pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar harus dimasukkan sebagai muatan lokal (Mulok) sehingga sekolah dapat mengaturnya.
"Penentuan pelajaran bahasa kedua untuk SD (setelah Bahasa Indonesia) bisa diserahkan ke sekolah masing-masing yang dimasukkan ke dalam muatan lokal untuk untuk menghadapi turis dan globalisasi," kata Titik Handayani saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, di beberapa negara ada bahasa kedua di hampir semua sekolah, biasanya tiap sekolah menawarkan paling tidak satu bahasa asing. Sebagai contoh, di Canberra ada 14 sekolah yang menawarkan bahasa Indonesia.

"Saya dengar dari beberapa kawan di Australia, anak-anak di foundation year diberikan pelajaran bahasa ke-dua, misalnya Mandarin, Bahasa Italia, atau Bahasa Indonesia," ujar dia.

Karena itu, kata dia, diperlukan adanya otonomi sekolah yang menekankan perlunya bantuan kepada sekolah yang lemah (untuk menjamin pemerataan), memberikan kebebasan dan regulasi demi memberikan iklim persaingan yang sehat.

"Dan juga melindungi masyarakat, serta lebih mendorong sekolah untuk menjamin peningkatan mutu dan juga relevansinya dengan pengembangan ekonomi daerah," kata dia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal FSGI Retno Retno mengatakan mengatakan mata pelajaran bahasa Inggris harus tetap ada tapi menyesuaikan materi pelajaran untuk SD dengan tingkatan usia anak.

"Siswa SD belum perlu belajar tata bahasa. Pengajaran bahasa Inggris harus menyenangkan dan menarik, seperti mengenalkan anggota tubuh dan benda-benda yang dekat anak-anak," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan, Musliar Kasim, mengatakan pelajaran Bahasa Inggris tidak wajib untuk siswa Sekolah Dasar (SD).
"Jadi bukan dihapus, karena di SD memang tidak ada pelajaran Bahasa Inggris," kata Musliar di Jakarta, Rabu.

Ia menambahkan, pelajaran Bahasa Inggris baru akan dimulai pada sekolah menengah pertama (SMP)

sumber :  http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/12/10/22/mca72n-pengamat-bahasa-inggris-jadi-muatan-lokal-saja

Kurikulum 2013: Murid Bingung Belajar Apa

Kurikulum 2013: Murid Bingung Belajar Apa

TEMPO.CO, Jakarta - Guru dan siswa di sejumlah sekolah kini sibuk menyiasati ketiadaan buku paket pelajaran berdasarkan Kurikulum 2013. Guru dan murid kebingungan karena tahun ajaran baru bergulir sejak Juli lalu. "Pelajaran lebih susah karena harus aktif, tapi bukunya belum ada," kata Farabi Dharma Rizqi Utama, siswa kelas VIII SMP Negeri 161 Jakarta Selatan, kemarin.

Menurut Farabi, belum tersedianya buku berakibat murid tidak mengetahui materi apa yang akan dipelajari di kelas. Kesulitan itu berlanjut di rumah karena tidak ada buku yang bisa digunakan untuk belajar. “Paling hanya mengulang yang sudah dipelajari di kelas," kata Farabi.\

Hadi Utomo, Wakil Kepala SMP Negeri 161, mengatakan kurikulum baru ini diterapkan bagi siswa kelas VII dan kelas VIII. Solusi sementara, sekolah mengambil kebijakan bahwa guru-guru harus berkreasi berdasarkan pelatihan Kurikulum 2013 sambil menunggu buku paket datang. Hadi belum tahu hingga kapan harus menunggu. "Dijanjikan segera," katanya. \

Kepala SMA Negeri 48 Jakarta Markorijasti punya cara berbeda. Dia memutuskan membeli buku dari penerbit lain untuk menyiasati ketidakjelasan kedatangan buku paket. Menurut dia, pihak sekolah diizinkan beralih ke penerbit selain perusahaan pemenang lelang yang telah ditunjuk, yaitu PT Aksara Grafika Pratama dan PT Intermasa. \

Perusahaan yang pertama disebutkannya belum kelar mencetak 660 eksemplar buku mata pelajaran agama Islam, Kristen, dan Katolik untuk siswa dan 160 eksemplar buku untuk 16 mata pelajaran pegangan guru. Adapun Intermasa belum memenuhi sisa kewajibannya menyediakan buku mata pelajaran seni dan budaya sebanyak 317 eksemplar untuk siswa dan guru. "Mereka sudah meminta kami membayar. Tapi buku harus dikirim dulu, baru kami mau bayar," kata Markorijasti.

Cara yang sama ditempuh SMA Negeri 95 Kalideres, Jakarta Barat. Bahkan pengadaannya dengan cara fotokopi. "Kami fotokopi agar tidak kurang bukunya," ujar Herman Syafrie, kepala sekolah itu, sambil menambahkan bahwa sebelumnya siswanya belajar tanpa buku dan cuma menerima materi dari guru.

Ketua Kelompok Kerja Buku Kurikulum 2013 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP), Yulianto, mengungkapkan tak semua perusahaan percetakan pemenang tender pengadaan buku Kurikulum 2013 sanggup menyelesaikan kontraknya. Dia menyalahkan sistem pembayaran lewat dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), yang menjadikan percetakan harus mengeluarkan modal sangat besar di awal. “Nah, untuk percetakan yang tak memiliki modal besar, tak sanggup memproduksi sesuai kontrak. Akibatnya, proses percetakan tersendat.”

Pekan lalu, LKPP menghubungi sejumlah perusahaan percetakan lain dan menyodorkan kontrak baru untuk mengerjakan sekitar 1,9 juta buku tingkat SD dan 10 juta buku untuk SMP serta SMA. Dengan pengalihan itu, Yulianto memprediksi, distribusi kekurangan buku baru akan selesai September mendatang.
sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/08/14/079599482/Kurikulum-2013-Murid-Bingung-Belajar-Apa